Terdakwa, AG, menyampaikan pembelaan atau pledoi terkait tuntutan empat tahun penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak pada sidang kasus penganiayaan berat terhadap David Ozora (17) oleh Mario Dandy Satriyo (20). Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Sabtu (8/4/2023).
Sementara itu, pengacara AG, Mangatta Toding Allo, setelah sidang mengatakan bahwa AG menangis saat membaca pledoi tersebut. Mangatta mengungkapkan bahwa saat hadir tadi, keadaannya pasti dalam kondisi sehat. Namun, saat membaca pledoi tadi, AG menangis.
“Fakta-fakta maaf banget nanti mungkin bisa dilihat pada sidang hari Senin (putusan),” tambahnya.
Melissa Anggraeni, pengacara David Ozora, mengatakan bahwa AG meminta untuk dibebaskan dalam pembacaan nota pembelaan tersebut. “Dalam pembelaan yang tadi disampaikan penasihat hukum dalam amarnya dimintakan majelis hakim atau hakim tunggal ini untuk memutuskan bebas ya terkait AG,” ujar Melissa di PN Jakarta Selatan.
Kami melihat bahwa sangat tidak masuk akal untuk mengabaikan fakta bahwa David telah berada di ruang ICU selama 47 hari saat ini, hanya karena pelakunya adalah seorang anak berusia 15 tahun.
Melissa mengatakan bahwa tidak masuk akal jika AG bebas mengingat kondisi David yang telah 47 hari berada di ruang ICU. Ketika ada pembahasan tentang usia pelaku anak yang masih 15 tahun dan bahwa masa depan pelaku masih panjang, mereka mempertanyakan bagaimana kondisi masa depan David yang telah rusak atau hancur dan cita-citanya yang telah dihancurkan.
Di sisi lain, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Syarief Sulaeman, menuntut AG 4 tahun menjalani masa pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) DKI Jakarta atas kasus penganiayaan berat berencana David Ozora.
Syarief dengan tegas menyatakan bahwa tuntutan dari JPU adalah anak yang terlibat dalam konflik dengan hukum terbukti bersalah melakukan tindak pidana pasal 355 ayat 1 KUHP, yang dapat diartikan sebagai penganiayaan berencana yang berat.
Mellisa mengungkapkan harapannya bahwa nanti majelis hakim, yang akan memeriksa dan mengadili perkara ini, akan mempertimbangkan sisi keadilan terkait dengan berat atau rusaknya tindakan yang telah dilakukan oleh para pelaku terhadap anak-anak.
Oleh karena itu, Mellisa berpendapat bahwa AG harus dijatuhi hukuman lebih dari empat tahun, bahkan vonis maksimal. Mellisa menjelaskan bahwa jika ancaman pidananya mencapai 12 tahun, maka penganiayaan berat terencana berlaku berdasarkan Pasal 355. Jika AG terbukti melakukan setengah dari ancaman pidana tersebut, maka hukumannya harus selama enam tahun.
Mellisa yakin bahwa vonis maksimal sangat layak diberikan kepada AG karena semua saksi telah memberikan keterangan yang jelas tentang tindakan AG. “Terlihat sangat terang yang dilakukan oleh pelaku anak ini,” ujar Mellisa.
Salah satu hal yang membuat situasi AG semakin berat adalah ketidakjujuran AG di persidangan. “Terkait keterangan AG tidak jujur atau berbohong,” ujar Mellisa kepada wartawan di PN Jaksel. Mellisa mengatakan bahwa AG tidak menunjukkan penyesalan atau meminta maaf selama persidangan.