Menko Polhukam Mahfud MD membeberkan alasan mengungkap dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai Kementerian Keuangan. Hal ini muncul karena Presiden Jokowi menanyakan tentang menurunnya indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia.
Sebulan yang lalu, saat acara Satu Abad NU di Sidoarjo, Mahfud diajak Presiden kembali bersama dengan pesawat dari Surabaya untuk membahas IPK. Mahfud mengatakan saat itu Presiden marah karena IPK Indonesia turun dari 38 menjadi 34.
Sebagai tindak lanjut, Mahfud mengumpulkan berbagai lembaga, termasuk Transparency International Indonesia (TII) untuk menyelidiki penyebab penurunan IPK. Hasilnya menunjukkan bahwa penurunan IPK disebabkan oleh korupsi di Bea Cukai dan Pajak.
Hal ini membuat Mahfud menyadari bahwa ada masalah di Pajak dan Bea Cukai. Ia kemudian terkejut mengetahui harta kekayaan mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo, mencapai Rp 56,1 miliar. Terlebih lagi, PPATK menemukan adanya transaksi bernilai Rp 500 miliar yang mencurigakan.
Kejanggalan Transaksi Senilai Rp 349 Triliun Ditemukan
Setelah meminta rekap data lengkap di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai Kemenkeu pada PPATK, Mahfud menemukan kejanggalan transaksi senilai Rp 349 triliun.
Sebelumnya, Mahfud diperiksa dengan banyak pertanyaan oleh anggota Komisi III DPR RI karena mengatakan kejanggalan dalam transaksi senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan. Salah satu alasan untuk hal ini adalah perbedaan antara data yang disampaikan oleh Mahfud dan Sri Mulyani kepada anggota dewan.
Mahfud mengklaim, Sri Mulyani salah memberikan data soal dugaan kejanggalan transaksi yang melibatkan oknum Kemenkeu. Menurut Sri Mulyani, jumlah dana mencurigakan Rp 3 triliun, sedangkan Mahfud menyatakan jumlahnya sebenarnya Rp 35 triliun.
Mahfud Berwenang Mengungkap Dugaan Transaksi Mencurigakan
Mahfud mengklaim bahwa ia memiliki kewenangan untuk mengungkap dugaan transaksi mencurigakan yang ditemukan oleh PPATK kepada publik, selama ia tidak menyampaikannya secara rinci. Namun ia tidak menyebutkan nama individu, perusahaan, atau nomor akun yang terlibat.
Selain itu, Mahfud juga menegaskan bahwa ia memiliki wewenang untuk menerima atau meminta laporan dari PPATK mengenai dugaan transaksi mencurigakan karena posisinya di Komite TPPU.
Asal-Usul Transaksi Mencurigakan
Dalam kesempatan tersebut, Mahfud juga mengungkapkan asal-usul transaksi mencurigakan yang diidentifikasi oleh PPATK. Mahfud menjelaskan bahwa transaksi mencurigakan dibagi menjadi tiga kelompok.
Salah satu di antaranya adalah transaksi keuangan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp 35 triliun. Terdapat pula transaksi keuangan yang menimbulkan kecurigaan yang melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain dengan jumlah senilai Rp 53 triliun.
Sementara itu, terkait dengan kewenangan pegawai Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU, terdapat transaksi keuangan mencurigakan yang nilai datanya masih belum diperoleh sebesar Rp 261 triliun. Sehingga, total jumlah dugaan transaksi mencurigakan mencapai Rp 349 triliun.
Perbedaan Data dengan Sri Mulyani
Pernyataan Mahfud berbeda dengan pernyataan Sri Mulyani di depan Komisi XI DPR pada Senin (27/3/2023). Sri Mulyani mengatakan bahwa tidak semua laporan mengenai transaksi yang mencurigakan itu berhubungan dengan pegawai dari Kementerian Keuangan.
Dalam 300 laporan yang dikumpulkan oleh PPATK yang berisi dugaan transaksi mencurigakan, hanya 135 laporan yang terkait dengan tugas dan fungsi pegawai Kementerian Keuangan dengan total nilai sekitar Rp 22 triliun.
Perbedaan data ini kemudian menjadi sorotan anggota Komisi III DPR dalam sesi tanya jawab bersama Mahfud dalam rapat tersebut. Oleh karena itu, Komisi III DPR mengagendakan rapat lanjutan yang akan mengundang Sri Mulyani.
Ahmad Sahroni, Wakil Ketua Komisi III DPR, menyatakan setelah rapat bahwa perbedaan akan dijelajahi melalui undangan kepada Menteri Keuangan, Pak Menko, dan PPATK.
Mereka akan mengkoordinasikan laporan yang telah dihasilkan oleh Pak Menko sebagai ketua dari komite nasional TPPU dengan Bu Menteri Keuangan. Sri Mulyani tidak hadir dalam rapat tersebut karena sedang memimpin pertemuan Menteri Ekonomi se-ASEAN di Bali.
Rencana Penyelidikan
Untuk menangani dugaan transaksi mencurigakan ini, Komite TPPU yang diketuai oleh Mahfud akan bekerja sama dengan PPATK dan KPK dalam penyelidikan kasus ini.
Tujuannya adalah untuk mengungkap dalang di balik transaksi mencurigakan tersebut dan menindak pelakunya sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk menggali potensi TPPU di Indonesia dan mengevaluasi sistem pengawasan yang ada.
Tindak Lanjut
Rapat lanjutan antara Komisi III DPR, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Mahfud sebagai Ketua Komite TPPU, dan PPATK akan digelar untuk menyelaraskan data dan informasi mengenai dugaan transaksi mencurigakan yang melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain.
Rapat ini diharapkan akan memberikan kejelasan mengenai perbedaan data yang disampaikan oleh Mahfud dan Sri Mulyani serta menghasilkan langkah konkret dalam penanganan dugaan transaksi mencurigakan ini.
6 Komentar
Lanjutkannnnn
Nah saling bongkar, gitu dong..
Saya suka keributan, ayo lanjut
Kalo Mahfud berani berantas koruptor sih pasti gw dukung jadi capres
Ini orang cari muka atau gimana?
Ayo maju terus Prof, ungkap semuanya. Rakyat dukung Anda!